About

News Update :
Hot News »
Bagikan kepada teman!

Upacara Modosio

Penulis : Unknown on Kamis, 21 Februari 2013 | 07.38

Kamis, 21 Februari 2013

Kali ini saya akan posting tentang upacara Modosio ,. nah artikel kali ini juga ada sangkut paut nya dengan Sejarah Pringgondani dan Komplek-komplek Pertapaan Pringgondani,,,jadi yang kalian belum baca silahkan baca terlebih dahulu supaya bisa memahami isi cerita  di dalam artikel tersebut.... 

nah sekarang singkat ceritanya Dewane dewa bumi Bathara Brama, kayune kayu asem, watake dadi 
Jalan Menuju Pringgondani
pangauban tumrap wong kangelan. Manuke manuk platuk bawang, sabarang gawene rosa. Gedhonge neng ngarsa minep, gemi mring duweke, yen weweh mrih dialem, rada ngegungake. Mondosiyo Anggara Kasih, tegese dadi pangauban, orang rukun lan sanake, bilahine kasiung.

Bagi orang Jawa yang akrab dengan ilmu kejawen, kalimat bermakna simbolik tersebut pasti tidak asing lagi. Sebab, dalam tradisi kejawen kandungan makna kalimat itu merupakan semacam horoskop, yang menjelaskan watak seseorang dengan wuku Mandasia atau Mondosiyo.

Penjelasan itu dipetik dari buku "Primbon Betaljemur Adammakna", sebuah buku kumpulan ilmu kejawen karya Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Tjakraningrat.

Mondosiyo adalah nama salah satu di urutan ke-14 dari 30 wuku berdasarkan kalender Jawa. Nama-nama wuku yang dikenal masyarakat Jawa, dimulai dari wuku Sinta, kemudian Landep, Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mondosiyo, Julungpujut, Pahang, Kuruwelut, Marekeh, Tambir, Medhangkungan, Maktal, Wuye, Manahil, Prangbakat, Bala, Wulu, Wayang, Kulawu, Dhukut, dan terakhir Watugunung.

Wuku-wuku yang dalam kalender berlangsung selama tujuh hari tersebut, dipercaya masyarakat Jawa 
Jalan Menuju Pringgondani
tradisional berpengaruh terhadap watak seseorang sesuai dengan wukunya. Namun, bagi masyarakat Dusun Pancot, Desa Kalisoro, di kawasan objek wisata Tawangmangu, wuku Mondosiyo memiliki makna sangat khusus. Nama Mondosiyo hingga kini menjadi sebuah tradisi "bersih desa" yang dilakukan masyarakat setempat setiap tujuh bulan sekali. Tradisi tersebut berupa serangkaian upacara ritual di Dusun Pancot, bermula dari legenda tewasnya Prabu Baka di tangan ksatria sakti Putut Tetuko

Alkisah, sebelum berdirinya Dusun Pancot di kaki Gunung Lawu yang dikeramatkan, bermukimlah seorang pertapa bernama Kiai Jenta. Pertapa inilah yang disebut-sebut sebagai "cikal-bakal" pendiri Dusun Pancot.

Semasa hidup Kiai Jenta, konon kedamaian masyarakat Dusun Pancot terusik oleh ulah seorang raja zalim bernama Prabu Baka. Selain menindas, merampok, dan menganiaya warga yang bermukim di lereng Gunung Lawu, Prabu Baka disebut-sebut memiliki kegemaran "makan daging manusia". Sampai suatu ketika, datanglah ksatria sakti Putut Tetuko dari pertapaan Pringgondani, ke rumah seorang janda Nyai Rondo Dhadhapan. Di rumahnya Desa Dhadhapan, Nyai Rondo terus-menerus menangis karena anaknya semata wayang akan dimangsa Sang Prabu Baka.

Reogan Upacara Modosio
Singkat cerita, ksatria Putut Tetuko pun bersedia menggantikan anak Nyai Rondo Dhadhapan untuk menjadi santapan Prabu Baka. Namun, berkat kesaktian Putut Tetuko akhirnya ksatria Pringgondani itu berhasil menghabisi Prabu Baka dengan memancot atau memisahkan kepala dari tubuh tanpa senjata. Prabu Baka tewas setelah kepalanya dihempaskan di batu gilang yang kini menjadi lokasi upacara tradisi Mondosiyo.

Peristiwa pembebasan masyarakat Dusun Pancot dari cengkeraman Prabu Baka hari Selasa Kliwon dan bertepatan dengan wuku Mondosiyo itu, kemudian dianggap sebagai tonggak sejarah dan diperingati dengan "bersih desa". Awal-mula nama Dusun Pancot sendiri, konon berasal dari Kiai Jenta untuk mengingatkan anak-cucunya turun-temurun tentang peristiwa tatkala Putut Tetuko memancot Prabu Baka.

Tradisi Mondosiyo dengan kisah Prabu Baka dan Putut Tetuko yang melegenda, memang tidak ada hubungan dengan agama apa pun. Namun, bagi warga Dusun Pancot, tradisi itu mengandung makna pembebasan yang sangat penting. Melalui tradisi "bersih desa" setiap tujuh bulan sekali, keguyuban sosial mau pun kelestarian lingkungan desa mereka sampai kini tetap terpelihara. Orang-orang desa yang sederhana itu, secara sadar sangat menghormati fatwa Kiai Jenta sebagai "cikal-bakal" Dusun Pancot. Sebuah penghormatan yang menjadikan harmoni tata kehidupan desa seperti tak terusik berbagai polusi masyarakat modern.

Tata Upacara ini dimulai pada hari Minggu Pon. Dua hari sebelum puncak Upacara Mondosiyo berlangsung, msyarakat setempat mengumpulkan beras untuk diolah atau dimasak secara tradisional ,menjadi makanan yang disebut "gandhik", serta aneka makanan khusus lainnya sebagai perlengkapan "sesaji tradisional". Di samping itu, secara gotong royong masyarakat setempat membeli seekor kambing dan sejumlah ayam kampung sebagai "sesaji pokok".

Jadah geger Sapi
Hari berikutnya Senin Wage, keseluruhan perlengkapan "sesaji tradisi" dan berbagai "busana tradisi" ditempatkan atau disanggarkan di rumah sesepuh adat. Pada pukul 7 malam (malam Selasa Kliwon), beberapa orang perangkat adat menabuh "bende" mengelilingi tempat-tempat yang dianggap keramat, sebagai pemberitahuan akan diselenggarakan upacara adat Mondosiyo, dengan harapan agar para danyang hadir serta merestui perhelatan tersebut. Selanjutnya menjelang tengah malam diadakan tirakatan dan renungan sesuai adat setempat.

Hari H, Selasa Kliwon adalah Puncak Upacara Adat Mondosiyo. Pukul 07.00 pagi para sesepuh adat dan tokoh masyarakat membawa seekor kambing kendit dan ayam ke punden Bakpatokan untuk disembelih sebagai sesaji. Pukul 10.00 semua bahan sesaji sudah disiapkan di punden Bakpatokan. Pukul 13.00 diperdengarkan "gendhing Manyar Sewu". Pukul 16.00 Upacara Mondosiyo dilangsungkan dengan dipimpin oleh sesepuh adat.

Pada puncak acara ini diperebutkan ayam hidup, serta penyiraman "air badheg" bagi masyarakat atau pengunjung. Bagi yang dapat atau bisa menangkap ayam akan mendapat keberuntungan.

singkat cerita nya di atas tenyang upacara Modosio di Pringgondani... semoga bermanfaat buat pembaca semua , Trimakasih
komentar | | Read More...

Komplek Pertapaan Pringgondani

Penulis : Unknown on Selasa, 01 Januari 2013 | 06.53

Selasa, 01 Januari 2013

Nah Sebelumnya ada sejarah singkat tentang pringgondani,,,, tetapi kali ini saya akan berbagi tentang pertapaan-pertapaan yang ada di pringgondani,, Kompleks pertapaan yang terletak di kawasan Pringgondani  ini, selain mempunyai pemandangan yang indah juga dikenal sebagai tempat yang mempunyai daya magis. Di kompleks pertapaan tersebut banyak tempat yang dikeramatkan, yaitu :

  • Sendang Gedang Selirang, tempat ini merupakan sebuah aliran sungai yang terbendung;
Sendang Gedang
  • Pertapaan Koconegoro. Pertapaan Koconegoro berada di lereng bukit sebelah utara Sendang gedang Selirang;
Pertapaan Konconegoro
Pertapaan Konconegoro
  • Sendang Panguripan. Sendang ini terletak di lereng sebelah barat Pertapaan Koconegoro. Sendang Panguripan mempunyai makna bahwa air dari sendang tersebut sebagai sumber kehidupan;
  • Sendang Penganten (Pancuran Tujuh). Dinamakan Sendang Penganten karena dahulu di tempat tersebut hanya ada dua pancuran. Namun dalam perkembangannya sekarang ini sudah ada tujuh, sehingga disebut juga Pancuran Tujuh. Fungsi dari Sendang Penganten adalah untuk mandi, bersuci, pengobatan alternatif, dan bermeditasi sekaligus untuk melangsungkan permohonan;

Sendang Penganten
  • Sendang Muria. Sendang Muria terletak di sebelah timur Sendang Pengantin. Sendang Muria berupa air terjun dan di bawahnya terdapat kolam penampungan;
  • Sendang Gentong. Sendang Gentong terletak di sebelah kanan jalur dari Telaga Wali menuju ke Gua Pringgosari. Sendang ini diumpamakan sebagai lumbung, yaitu tempat penyimpanan hasil panen;
  • Gua Pringgosari. Gua ini terletak di lereng jurang. Di dalam gua terdapat sebuah patung yang bernama Kebo Danu. Menurut kepercayaan kotoran kebo ini mempunyai khasiat, antara lain: untuk menolak bala dengan menaburkan kotoran kebo itu ke tanah di sekitar rumah; dan untuk menyuburkan tanah;
  • Sendang Wali. Sendang Wali semula berbentuk telaga. Sumber air berasal dari bukit di sebelah timur yang berupa air terjun. Karena banjir dan bencana alam banyak batu-batu besar yang jatuh terkena arus air, sehingga telaga itu kini tertimbun batu-batu besar tersebut;
  • Gua Pringgosepi. Pringgosepi bermakna, yaitu tempat untuk menyepi. Untuk acara ritual orang lain tidak boleh masuk, karena guanya sempit dan di depannya terdapat jurang, untuk masuk gua harus menggunakan tali pengaman tubuh.
Bila anda belom membaca Sejarah Pringgondani ,di halaman sebelumnya di sarankan membaca terlebih dahulu karena ada sankut pautnya dengan postingan yang ini,,, trimakasih.
komentar | | Read More...

CANDI SUKUH

Penulis : Unknown on Kamis, 13 Desember 2012 | 12.04

Kamis, 13 Desember 2012

Candi Sukuh merupakan salah satu candi paling menarik di Asia Tenggara. Candi ini penuh dengan ornamen erotis. Yang tidak kalah unik, bangunannya mirip dengan piramid Suku Maya di Amerika Tengah. Sayang, candi ini belum banyak diketahui orang. Tidak seperti Candi Khajuraho di India yang sudah mendunia, Candi Sukuh memang belum banyak diketahui orang. Jangankan Anda, orang Jogja saja masih banyak yang tidak mengetahui keberadaan candi ini. Mungkin karena letaknya yang terpencil di lereng Gunung Lawu pada ketinggian lebih dari seribu meter dpl. Dari Terminal Tirtonadi Solo, Anda bisa naik bis umum jurusan Solo-Tawangmangu dan turun di Karang Pandan, dilanjutkan dengan minibus jurusan Kemuning dan disambung dengan ojek hingga ke kawasan candi. Bila membawa kendaraan sendiri, disarankan untuk memakai mobil diesel bertenaga 2000 cc atau lebih untuk memudahkan perjalanan melewati beberapa tanjakan curam.


Relief Tanpa Busana dan Patung Tanpa Kepala
Kompleks candi tidak begitu luas. Menempati sebidang tanah berundak, gapura utama Sukuh tidak berada tepat ditengah melainkan di sebelah kanan depan. Sisi kanan dan kiri dihiasi dengan beberapa relief. Sebuah tangga batu yang cukup tinggi membawa YogYES ke lorong gapura yang ternyata dihalangi dengan rantai. Untuk naik ke teras kedua, YogYES harus turun lagi dan berjalan memutar lewat sebelah kanan. Dari teras kedua barulah nampak dengan jelas bentuk relief di sisi gapura ini. Salah satunya adalah gambar seekor burung garuda yang kaki-kakinya mencengkeram seekor naga. Yang mengherankankan adalah adanya relief beberapa sosok manusia dalam keadaan polos, tanpa busana sama sekali! Sesuatu yang cukup mencengangkan jika mengingat budaya timur yang sangat kental dengan norma susila di Indonesia. Ditambah lagi bila mengingat bahwa ini adalah candi, sebuah bangunan yang identik sebagai tempat persembahyangan dan pemujaan dewa. Melongok ke lorong gapura, sesaji bunga dan dupa berada di lantai, dekat sebuah relief lingga dan yoni dalam sebentuk lingkaran rantai.
Mendekat ke candi utama di teras ketiga, berdiri sebuah panggung batu setinggi pinggang orang dewasa di sebelah kirinya. Terdapat menara batu di bagian depan panggung, lagi-lagi berhiaskan relief-relief erotis dari sosok-sosok tanpa busana. Satu sisi menara bergambarkan relief berbentuk tapal kuda dengan dua sosok manusia di dalamnya. Oleh kebanyakan orang, relief ini dipercaya menggambarkan rahim seorang wanita dengan sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan melambangkan kebajikan. Sebuah candi perwara berdiri di depan candi utama. Memutar ke arah kanan, berdiri sosok patung (arca Gupala) tanpa kepala. Gupala ini memegang "tombaknya" yang terlalu besar dibanding ukuran tubuhnya, tidak proporsional. 

Misteri Piramida yang Terpotong
Satu lagi yang menarik dari Candi Sukuh adalah arsitekturnya yang berbeda. Jika candi-candi lain dibangun dengan bentuk yang menyimbolkan GunungMeru, maka Candi Sukuh memiliki tampilan yang sangat sederhana dengan bentuk trapesium. Dibangun pada abad XV, beberapa saat sebelum runtuhnya Kerajaan Majapahit, candi ini lebih menyerupai piramida suku bangsa Maya dari Amerika Tengah. Mungkinkah dua suku bangsa berbeda dari dua benua yang berbeda bisa membuat bangunan dengan arsitektur dan desain yang nyaris serupa? Ataukah memang ada pengaruh dari suku Maya dalam pembangunan Candi Sukuh pada masa pemerintahan Raja Brawijaya ini?
Berbagai teori dan dugaan pun bermunculan. Salah satunya menyebutkan bahwa candi ini dibangun pada masa-masa ketika kejayaan Hindu mulai memudar. Sebagai akibatnya, pembangunan Candi Sukuh dibuat dengan konsep kembali ke budaya Megalitikum pra sejarah. Teori lain menyebutkan bahwa bentuk candi ini merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, yaitu kitab pertamaMahabharata. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang puncaknya dipotong dan dipergunakan untuk mengaduk-aduk lautan mencari tirta amerta yang bisa memberikan kehidupan abadi bagi siapapun yang meminumnya.
Berbagai misteri dan pertanyaan memang masih menyelimuti Candi Sukuh. Tak hanya sekedar berjalan-jalan di lereng gunung yang sejuk sambil menikmati arsitektur kuno dari candi terakhir yang dibangun di Pulau Jawa. Berkeliling mencari jejak cerita dan potongan bukti untuk menguak misteri sejarah masa lalu akan menjadi salah satu pengalaman wisata yang menantang dan mengasyikkan.
komentar | | Read More...

Sejarah Pringgondani

Penulis : Unknown on Kamis, 15 November 2012 | 12.00

Kamis, 15 November 2012

Selamat pagi semua, sekedar informasi buat teman-teman yang ingin lebih tau tentang budaya-budaya yang ada di nusantara tercinta kita ini, nah lkali ini saya mau memberikan informasi tentang budaya atau lebih singkatnya sejarah singkat Pertapaan Pringgondani serta budaya-budaya yang ada, nah Pertapaan Pringgondani ini berada di Desa Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah,,singkat cerita  Menurut riwayat yang berkembang, kompleks pertapaan Pringgodani merupakan wilayah kekuasaan Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit yang terakhir) pada masa pelariannya dari Kerajaan Majapahit. Daerah tersebut kemudian diserahkan kepada adiknya yang bernamaKoconegoro sebagai ungkapan  terima kasih atas pengorbanannya terhadap Kerajaan Majapahit. Sejak Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya V melarikan diri ke Gunung Lawu sampai meninggal dengan muksa (jiwa dan raganya masuk  dalam alam gaib) selama 7 tahun. Setelah itu kadang-kadang Prabu Brawijaya V menampakkan diri di sekitarSendang Wali sampai Hargo Dumilah.
komentar | | Read More...

Blogger news

Categories

About

Blogroll

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger